Dalam beberapa hari terakhir, media sosial dan pemberitaan nasional dihebohkan dengan foto-foto yang menunjukkan lima anggota Nahdliyin—anggota Nahdlatul Ulama (NU)—bertemu dengan Presiden Israel, Isaac Herzog. Pertemuan ini memicu kontroversi besar mengingat situasi politik dan kemanusiaan yang sedang memanas di Gaza, Palestina, di mana serangan Israel telah mengakibatkan ribuan korban jiwa, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.
Klarifikasi dari PBNU
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrurozi, yang akrab disapa Gus Fahrur, menegaskan bahwa pertemuan tersebut tidak diatasnamakan oleh organisasi NU. Dalam pernyataannya kepada CNNIndonesia.com pada Senin (15/7), Gus Fahrur menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan tanggung jawab pribadi dari individu-individu yang terlibat. Ia juga menambahkan bahwa dirinya tidak mengenal lima orang Nahdliyin yang bertemu dengan Presiden Israel tersebut dan bahwa PBNU tidak pernah menginstruksikan atau menerima pemberitahuan terkait misi tersebut.
Anggota Nahdliyin yang Terlibat
Kelima orang Nahdliyin yang bertemu dengan Herzog adalah Zainul Maarif, Munawir Aziz, Nurul Bahrul Ulum, Syukron Makmun, dan Izza Annafisah Dania. Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai kapan dan dalam konteks apa pertemuan tersebut terjadi. Dugaan sementara adalah mereka memiliki undangan pribadi yang tidak berkaitan dengan kegiatan resmi PBNU.
Reaksi Terhadap Pertemuan
Agresi Israel ke Gaza Palestina telah menewaskan sedikitnya 38.443 orang, mayoritas dari mereka adalah warga sipil. Angka ini didapat dari laporan kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas. Reaksi keras datang dari pemerintah Indonesia. Presiden Joko Widodo menegaskan sikap pemerintah Indonesia yang mengutuk keras serangan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia sangat marah terhadap memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza.
Dampak Diplomatik
Pertemuan ini berpotensi menimbulkan dampak diplomatik yang signifikan. Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, memiliki posisi yang sangat kritis terhadap tindakan Israel di Palestina. Dukungan kuat dari Indonesia terhadap Palestina sudah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia sejak lama. Oleh karena itu, pertemuan ini bisa dianggap sebagai langkah yang bertentangan dengan sikap resmi pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Dalam konteks geopolitik, pertemuan ini dapat dilihat sebagai langkah kontroversial yang mempengaruhi persepsi publik terhadap NU. Meski pertemuan ini tidak diatasnamakan oleh NU, namun tetap saja dapat mempengaruhi reputasi organisasi tersebut di mata masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi NU untuk terus memberikan klarifikasi dan menegaskan posisi resmi mereka terkait isu-isu internasional, terutama yang menyangkut konflik Israel-Palestina.